Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden
Soeharto di Indonesia.Orde Baru menggantikan
Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahanSoekarno. Orde Baru hadir dengan semangat "koreksi total" atas
penyimpanganyang dilakukan oleh Soekarno pada masa Orde Lama.
Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam
jangka waktu tersebut,ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini
terjadi bersamaan denganpraktik korupsi yang merajalela di negara ini. Selain
itu, kesenjangan antara rakyatyang kaya dan miskin juga semakin melebar.
Presiden Soeharto memulai "Orde
Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secaradramatis
mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yangditempuh Soekarno
pada akhir masa jabatannya.
Salah satu kebijakan pertama yang
dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesiamenjadi
anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966mengumumkan bahwa
Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerjasama denganPBB dan melanjutkan partisipasi dalam
kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadianggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun
setelahIndonesia diterima pertama kalinya.
Pada tahap awal, Soeharto menarik garis yang sangat tegas.
Orde Lama atau OrdeBaru. Pengucilan politik - di Eropa Timur sering disebut
lustrasi - dilakukan terhadaporang-orang
yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia. Sanksi kriminaldilakukan dengan menggelar Mahkamah Militer Luar
Biasa untuk mengadili pihakyang
dikonstruksikan Soeharto sebagai pemberontak. Pengadilan digelar dansebagian
dari mereka yang terlibat "dibuang" ke Pulau Buru.
Sanksi nonkriminal diberlakukan dengan
pengucilan politik melalui pembuatanaturan administratif. Instrumen penelitian
khusus diterapkan untuk menyeleksikekuatan lama ikut dalam gerbong Orde
Baru. KTP ditandai ET (eks tapol).
Orde Baru memilih perbaikan dan
perkembangan ekonomi sebagai tujuanutamanya dan menempuh kebijakannya melalui
struktur administratif yangdidominasi militer namun dengan nasehat
dari ahli ekonomi didikan Barat. DPR danMPR
tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka yang dekat
dengan Cendana. Hal inimengakibatkan aspirasi rakyat sering kurang
didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang
adil karena 70% dari PAD tiap provinsi tiap tahunnya harus disetorkepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang
pembangunan antara pusat dandaerah.
Soeharto siap dengan konsep pembangunan yang diadopsi dari
seminar Seskoad II1966 dan konsep akselerasi pembangunan II yang diusung Ali
Moertopo. Soehartomerestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwitujuan, bisa
tercapainya stabilitaspolitik pada satu sisi
dan pertumbuhan ekonomi di pihak lain. Dengan ditopangkekuatan Golkar, TNI, dan
lembaga pemikir serta dukungan kapital internasional,Soeharto mampu
menciptakan sistem politik dengan tingkat kestabilan politik yangtinggi.
Warga keturunan Tionghoa juga dilarang
berekspresi. Sejak tahun 1967, wargaketurunan dianggap sebagai warga negara
asing di Indonesia dan kedudukannyaberada di bawah warga pribumi, yang
secara tidak langsung juga menghapus hak-hak
asasi mereka. Kesenian barongsai secara terbuka, perayaan hari raya Imlek,dan
pemakaian Bahasa Mandarin dilarang, meski kemudian hal ini diperjuangkanoleh
komunitas Tionghoa Indonesia terutama dari komunitas pengobatan
Tionghoatradisional karena pelarangan sama sekali akan berdampak pada resep
obat yangmereka buat yang hanya bisa ditulis dengan bahasa Mandarin. Mereka
pergi hinggake Mahkamah Agung dan akhirnya Jaksa
Agung Indonesia waktu itu memberi izindengan catatan bahwa Tionghoa Indonesia
berjanji tidak menghimpun kekuatanuntuk memberontak dan menggulingkan
pemerintahan Indonesia.
Satu-satunya surat kabar berbahasa Mandarin yang diizinkan
terbit adalah HarianIndonesia yang sebagian
artikelnya ditulis dalam bahasa Indonesia. Harian inidikelola dan diawasi oleh militer Indonesia dalam
hal ini adalah ABRI meskibeberapa
orang Tionghoa Indonesia bekerja juga di sana. Agama tradisional Tionghoa
dilarang. Akibatnya agama Konghucu kehilangan pengakuan pemerintah.
Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa yang
populasinya ketika itumencapai kurang lebih 5 juta dari keseluruhan rakyat
Indonesia dikhawatirkan akanmenyebarkan
pengaruh komunisme di Tanah Air. Padahal, kenyataan berkatabahwa
kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai pedagang, yang tentu bertolakbelakang
dengan apa yang diajarkan oleh komunisme, yang sangat mengharamkanperdagangan
dilakukan[rujukan?]
Orang Tionghoa dijauhkan dari kehidupan
politik praktis. Sebagian lagi memilihuntuk menghindari dunia politik karena
khawatir akan keselamatan dirinya.
Konflik Perpecahan Pasca Orde Baru
Di masa Orde Baru pemerintah sangat mengutamakan persatuan
bangsa Indonesia.Setiap hari media massa
seperti radio dan televisi mendengungkan slogan"persatuan dan
kesatuan bangsa". Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintahadalah meningkatkan transmigrasi dari daerah yang
padat penduduknya seperti Jawa, Bali dan Madura ke luar Jawa,
terutama ke Kalimantan, Sulawesi, Timor Timur,dan Irian Jaya. Namun dampak
negatif yang tidak diperhitungkan dari program iniadalah terjadinya marjinalisasi terhadap penduduk setempat dan
kecemburuanterhadap penduduk pendatang yang banyak mendapatkan bantuan
pemerintah.Muncul tuduhan bahwa
program transmigrasi sama dengan jawanisasi yangsentimen anti-Jawa di berbagai
daerah, meskipun tidak semua transmigran ituorang Jawa.
Pada awal Era Reformasi konflik laten
ini meledak menjadi terbuka antara laindalam
bentuk konflik Ambon dan konflik Madura-Dayak di Kalimantan.[1]Sementara itu gejolak
di Papua yang dipicu oleh rasa diperlakukan tidak adil dalampembagian keuntungan pengelolaan sumber alamnya,
juga diperkuat olehketidaksukaan terhadap para transmigran.
Kelebihan sistem Pemerintahan Orde Baru
Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968
hanya AS$70 danpada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000
Sukses transmigrasiSukses KB
Sukses memerangi buta huruf
Sukses swasembada panganPengangguran minimum
Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
Sukses Gerakan Wajib Belajar
Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
Sukses keamanan dalam negeri
Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia
Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam
negeri
Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru
Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme
Pembangunan Indonesia yang tidak
merata dan timbulnya kesenjanganpembangunan antara
pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaandaerah sebagian besar
disedot ke pusat.
Munculnya rasa ketidakpuasan di
sejumlah daerah karena kesenjanganpembangunan, terutama di Aceh dan Papua.
Kecemburuan antara penduduk setempat
dengan para transmigran yangmemperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar
pada tahun-tahunpertamanya.
Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang
tidak merata bagisi kaya dan si miskin)
Pelanggaran HAM kepada masyarakat non pribumi (terutama
masyarakat Tionghoa)
Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai
oleh banyak koran dan majalah yangdibredel
Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain
dengan program"Penembakan Misterius"
Tidak ada rencana suksesi (penurunan
kekuasaan ke pemerintah/presidenselanjutnya)
Menurunnya kualitas birokrasi Indonesia
yang terjangkit penyakit Asal BapakSenang, hal ini kesalahan paling fatal
Orde Baru karena tanpa birokrasi yang efektif negara pasti hancur.
Menurunnya kualitas tentara karena
level elit terlalu sibuk berpolitik sehinggakurang memperhatikan
kesejahteraan anak buah.
Krisis finansial Asia
Pada pertengahan 1997, Indonesia
diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia(untuk lebih jelas lihat: Krisis
finansial Asia), disertai kemarau terburuk dalam 50tahun terakhir dan
harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakinjatuh.
Rupiah jatuh, inflasi meningkat tajam,
dan perpindahan modal dipercepat.Para demonstran, yang awalnya dipimpin
para mahasiswa, meminta pengundurandiri
Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang meluas, Soehartomengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan
setelah MPR melantiknya untukmasa bakti ketujuh. Soeharto kemudian
memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie,untuk menjadi presiden ketiga
Indonesia.
Pasca-Orde
Baru
Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada
tahun 1998 dapat dikatakan sebagaitanda akhirnya
Orde Baru, untuk kemudian digantikan "Era Reformasi". Masihadanya
tokoh-tokoh penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan padamasa Reformasi ini
sering membuat beberapa orang mengatakan bahwa Orde Barumasih belum berakhir. Oleh karena itu Era Reformasi atau Orde Reformasi
seringdisebut sebagai "Era Pasca Orde Baru".
Meski diliputi oleh kerusuhan etnis dan
lepasnya Timor Timur, transformasi dariOrde Baru ke Era
Reformasi berjalan relatif lancar dibandingkan negara lain sepertiUni Soviet dan Yugoslavia. Hal ini tak lepas dari
peran Habibie yang berhasilmeletakkan
pondasi baru yang terbukti lebih kokoh dan kuat menghadapiperubahan
jaman.
Orde Baru yang telah ditinggalkan Bangsa
Indonesia telah meninggalkan banyakwarisan. Di bidang
politik, dominasi eksekutif yang berakhir dengan dominasilembaga
kepresidenan telah menyebabkan banyak kerancuan. Presiden menjadisangat berkuasa tidak
hanya dalam konteks kelembagaan bahkan jabatan presidentelah berubah jadi
personifikasi Soeharto. Pada akhir jabatannya, Soeharto sepertimengambil
seluruh cabang kekuasaan di luar eksekutif yakni legislatif dan yudikatif.
Di bidang legislatif, presiden yang
notabene daya jangkau kekuasaannya dalambidang eksekutif
mencampuri lembaga legislatif bahkan lembaga tertinggi negaraseperti Majelis
Permusyawaratan Rakyat. Presiden menunjuk utusan golongan danmasyarakat separuh dari 1000 anggota MPR. Secara
tak langsung, Soeharto ikutmempengaruhi isi dari lembaga tertinggi
negara itu dalam pemilihan presiden dan wakil presiden.
Artikel ini akan meninjai apa yang jadi basis ideologi Orde
Baru selama berkuasa 32tahun. Dengan
menggunakan kerangka yang digunakan Mohtar Masoed (1994),
Secara
ringkas, konsepsi ideologi atau keyakinan terhadap gagasan pada masaOrde Baru bertumpu
pada dua kekuatan yakni pembangunisme (developmentalism)dan keyakinan akan dwifungsi ABRI. Orde Baru sebenarnya ingin
memberangusideologi dengan melarang ideologi lain selain Pancasila. Namun,
tulis R WilliamLidlle, keyakinan itu
muncul karena kesalahan menafsirkan apa yang disebutideologi. Liddle
menilai, masyarakat tanpa ideologi sama dengan masyarakat tanpakonflik dan
harapan. Ideologi sendiri sebenarnya menghasilkan peta realitas sosialyang bisa
membedakan penyebab penting perilaku manusia dari yang tidak pentingdan
menjelaskan bagaimana masa lalu membentuk masa kini dan bagaimana masakini membentuk masa depan. II. Ideologi
Pembangunanisme Menurut Mohtarsebelum Orde Baru sudah ada kelompok
intelektual yang mengembangkan sejenisideologi
yang berdasarkan pada nilai rasionalisme, sekular pragmatisme daninternasionalisme . Nilai-nilai yang berdasarkan
pada modernitas sekuler tetaphidup di
kalangan intelektual dan aktivis mahasiswa di Jakarta dan Bandungsepanjang
tahun 1960-an. Gagasan modernitas ini mendapat kekuatan baru karenakembalinya
sejumlah intelektual reformasi yang baru meraih gelar doktor di AS danadanya
teori-teori ilmu sosial baru yang mendukun mereka. Sebelum lahir iedologipembangunan yang digunakan Orde Baru di kemudian
hari ada perlunya melihattiga teori sosial yang mempengaruhi kalangan
intelektual tahun 1960-an. Pertama,hipotesis
Martin Lipset bahwa demokrasi politik umumnya terjadi setelahkeberhasilan pembangunan ekonomi. Ia menilai,
negara yang berhasil mencapaikehidupan
demokrasi liberal yang stabil adalah bangsa-bangsa yang sudahmenimati
tingkat pertumbuhan tinggi. Ia mengambil kesimpulan ini setelah melihatsejarah pertumbuhan demokras-demokrasi di Barat.
Kedua, pemikiran Daneil Belltentang the end of ideology yang menyebutkan
bahwa akibat kemajuan teknologi,pembangunan ekonomi di Barat telah berhasil
menyelesaikan persoalan-persoalanyang
dihadapi era Revolusi Industri. Oleh karena itu Barat tahun 1960-an
menilaipolitik berdasarkan ideologi sebagai sesuatu yang sudah usang. Ia mengatakanyang
berlaku sekarang adalah politik konsensus. Argumen Bell ini menunjukkanbahwa dalam masyarakat modern, politisi
tradisional harus minggir danmemberikan tempat kepada kalangan pakar
yang dikenal dengan nama teknokrat.Ketiga,
adanya pengaruh dari teori yang diajukan Samuel Huntington yangmengemukakan akibat negatif dari mobilisasi sosial
tak terkendali di masyarakatsedang berkembang. Ia melihat yang penting
bagi masyarakat adalah pelembagaanpolitik.
Oleh karena itu pemerintah harus menyalurkan tuntutan rakyat dalambentuk partisipasi yang tertib. Pemikiran yang
berkembang di dunia internasionalyang
kemudian berdampak kepada kalangan intelektual yang bergandengandengan
Presiden Soeharto itu sangat kuat untuk melahirkan ideologi pembangunan.Dengan kata lain, pembangunan merupakan titik
strategis bagi Orde Baru untukmembangun Indonesia yang ditinggalkan Orde Lama.
Mohtar Maso’ed mencatatunsur-unsur dari ideologi pembangunanisme ini. Dari
berbagai pandangan awalOrde Baru, karya tulis Ali Moertopo (1972) menunjukkan
pengaruh dari kalangan.
Intelektual sipil yang mengelilinginya. Unsur-unsur ideologi
ini adalah pembuatankebijakan publik yang rasional, efisiensi, efektivitas dan
pragmatisme. Unsur-unsurini mengutamakan ketertiban. Oleh karena itu kemudian dirumuskan
dalam bentukpertumbuhan ekonomi dan stabilitas politik. Dwifungsi ABRI
Berbicara soal ideologiyang kuat selama Orde Baru tak bisa dilepaskan dari
doktrin wifungsi ABRI. Sebagaisalah satu
kekuatan yang tersisa setelah Partai Komunis Indonesia hancur, ABRImau tidak mau menambah perannya tidak sekedar kekuatan pertahanan dankeamanan
tetapi juga kekuatan sosial dan politik. Hal ini didasarkan pada konsepbahwa
stabilitas politik bisa tercipta kalau ada campur tangan ABRI dalam politik.Untuk itu ABRI mencari pembenaran campur tangan
dalam politik. Namun padaawal perdebatan tentang peran ABRI, Mohtar
memetakan persoalan yang dihadapiABRI pada masa itu yang berpengaruh pada 32
tahun kemudian. Pada umumnya dikalangan ABRI dan intelektual yang bekerja sama dengan mereka terdapatperbedaan
mengenai bagaimana sistem politik harus dibangun setelah Orde Lamaruntuh. Kemudian berkembang dua peta pemikiran yang
menghendaki reformasisekarang dan nanti.
Kelompok Reformasi-SekarangKelompok Reformasi-Nanti
Reformasi politik cepat Anti-oligarki
partai Dwifungsi ABRI:Mengutamakan“pembinaan wilayah” dan perwakilan
politik dalam MPR
Reformasi bertahap Berkompromi dan
mengkooptasi kepemimpinan partai yangoligarkisDwifungsi ABRI :Mengutamakan
kekaryaan dalam urusan non militer
Sumber: Mohtar, 1994, hal. 42. Mereka yang berpendapat pada
reformasi sekarangmenghendaki terciptanya sebuah partai massa untuk menandingi
partai-partai yangada. Dengan demikian diharapkan adanya sebuah partai yang pro
pada sistem barudan mendukung tatanan yang
sedang dibangun untuk meninggalkan OrdeLama.Sebaliknya pendukung
reformasi nanti menganggap penting untuk merebutkekuatan di birokrasi dan DPR. Langkah ini dianggapnya lebih penting
ketimbangmembentuk partai baru yang bisa dikalahkan kekuatannya di desa-desa
oleh PNIdan NU. Dalam proses
berikutnya, reformasi nanti mendapat tempat sehinggamemperkuat dwifungsi ABRI dan membuka jalan bagi
terpeliharanya posisi ABRIdalam
politik.
Apalagi gagasan Abdul Haris Nasution tentang
dwifungsi yangdikatakan
hanya sementara tidak tertarik lagi karena sudah terlalu dalam campurtangan ABRI dalam politik. Muncullah kemudian
campur tangan dalampemerintahan yang
menggunakan kedok kekaryaan. Konsep kekaryaan ini lalu berkembang menjadi tak terkontrol sehingga akhirnya
banyak sekali jabatan sipilbaik di badan legislatif, eksekutif maupun yudikatif
dipegang kalangan militer.Fenomena ini melahirkan transformasi struktur
dan budaya militer masuk kedalamstruktur eksekutif.
Penutup Secara sekilas telah diuraikan
bahwa basis ideologi Orde Baru merujukpada pembangunanisme dan Dwifungsi. Ini
berarti bahwa dalam prakteknya, OrdeBaru menggunakan lebih banyak keyakinan
akan dua hal itu dibandingkan denganPancasila
yang diakui sebagai ideologi negara. Alergi akan ideologi yang dialamikalangan
intelektual pada era 1960-an merupakan salah satu penyebab mengapapembangunanisme jadi dominan dalam
prakteknya.Karena pembangunanmenghendaki stabilitas maka dwifungsi ABRI jadi
jaminan sehingga munculkeyakinan akan Doktrin Dwifungsi itu sebagai
penyelamat pembangunan.
Dari keempat struktur komunikasi dari
Almond tu jelas bahwa jika diterapkan diIndonesia maka memang benar hubungan
komunikasi pribadi lebih menentukandibandingkan dengan saluran komunikasi
formal. Kemacetan yang dialami sistempolitik
Indonesia saat itu menunjukkan bahwa pada akhirnya komunikasi antarpartai
politik yang mendudukkan wakilnya di DPR/MPR tak lagi bisa menampungaspirasi
rakyat.
Contoh yang paling lengkap adalah bagaimana kekuasaan politik
Indonesia pada masa terakhir Orde Baru
berpusat pada presiden. Seluruh proseskomunikasi sistem
politik Indonesia akhirnya tergantung pada satu tangan,presiden.
Badan legislatif tidak lagi berfungsi sebagai suara rakyat tetapi tak lainhanya
mendukung presiden. Kritik yang terlalu keras dilontarkan oleh anggotaDPR/MPR
akan berakhir dengan pemberhentikan tidak hormat. Kasus Sri BintangPamungkas
menunjukkan bagaimana monopoli komunikasi itu tidak boleh lepassedikitpun ketika
anggota DPR itu sangat vokal dan kritis.
Jamie Mackie dan Andrew MacIntyre (1994)[3],
melukiskan perkembangan strukturkekuasaan
Orde Baru yang mencakup didalamnya monopoli komunikasi politik.Mereka
membagi tiga fase dalm iklim politik Orde Baru. Fase pertama, 1965-1974ditandai dengan atmosfir terbuka, kompetitif dan
partisipasi rakyat yang tinggi.Bahkan
ekspresi politik masyarakat pun relatif bebas. Di sinilah bulan madukomunikasi politik di Indonesia terjadi. Rakyat
dengan bebas mengkritikpemerintahan lama, Orde Lama, karena kegagalannya
membendung komunis danmerebaknya kemiskinan. Masa awal ini mirip seperti
terjadi di era reformasi saat ini dimana
ekspresi itu tertuang dalam media massa dan pembentukan partai politikyang
jumlahnya saat ini lebih dari 50 partai.
Periode kedua 1974-1983 dimulainya
pengawasan terhadap komunikasi politikdimana aktivitas politik, pers dan
pernyataan masyarakat mulai dibatasi. Dan padafase 1983-1990, kontrol sosial
sangat ketat yang harus disesuaikan dengan ideologiyang dikukuhkan lewat P4 dan asas tunggal. Boleh ditambahkan di sini
padaperiode 1990-1998, monopoli
politik yang sudah sedemikian ketatnya berangsur-angsur mendapat
perlawanan sehingga akibat gelombang demokratisasi di dunialahirlah apa yang disebut keterbukaan. Monopoli
komunikasi tidak lagi dipegangnegara tapi mulai diimbangi bahkan
dirongrong oleh kelompok kepentingan sepertiLSM dan kalangan kampus. Puncak
perubahan dalam komunikasi politik itu terjadimanakala
demonstrasi pro reformasi mulai merebak awal tahun dan berpuncakpada
pengunduran diri Pak Harto 21 Mei 1998.
Bagaimana komunikasi politik itu
dikendalikan secara institusional pada era OrdeBaru ? Barangkali
gambaran dari Cosmas Batubara (1993)[4] bisa sedikit menguakstruktur komunikasi politik Orde Baru. Menurut
Cosmas, pada masa awalpertumbuhan demokrasi di era Orde Baru, peran
pemerintah sangat besar.
Hal ini terjadi karena
situasi politik ekonomi, budaya dan hankam yang memaksapemerintah mengambil peran lebih besar. Demokrasi,
dalam arti pembangunanpolitik,
ekonomi dan sosial-budaya sepenuhnya ditangani pemerintah meskisebenarnya
diabdikan untuk rakyat. Di sini jelas monopoli komunikasi politik terjadidalam
sistem politik Indonesia.Cosmas menjelaskan,
dalam proses pelaksanaan komunikasi politik, birokrasimenempatkan dirinya pada
posisi yang cukup sentral.
Ia tak hanya mewadahi aspirasi rakyat
untuk diteruskan kepada lembaga-lembaga negara tapi jugaberperan
sebagai alat untuk menyampaikan informasi yang dibutuhkan rakyat.Namun terlihat
di sini bahwa dalam proses timbal-balik itu monopoli bisa terjagadan kalau bisa
bahkan dikendalikan untuk tidak menggangu struktur yang telahdibentuk
Orde Baru. Seperti dikatakan Cosmas, “pembakuan tatanan danketeraturan itu demi
berlangsungnya pembangunan nasional untuk kesejahteraanrakyat”.Mengapa terjadi dominasi
pemerintah dalam proses komunikasi ini ? Fred W Riggsseperti dikutip Nurul
Aini, di negara Dunia Ketiga ada tiga gejala yakni formalitas,overlapping dan
heteroginitas
0 komentar:
Posting Komentar