Sabtu, 19 Januari 2013

Sistem Politik Orde Baru

Diposting oleh Elysian di 13.49

  
Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia.Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahanSoekarno. Orde Baru hadir dengan semangat "koreksi total" atas penyimpanganyang dilakukan oleh Soekarno pada masa Orde Lama.
Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut,ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan denganpraktik korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyatyang kaya dan miskin juga semakin melebar.
Presiden Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secaradramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yangditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya.
Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesiamenjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerjasama denganPBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadianggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelahIndonesia diterima pertama kalinya.
Pada tahap awal, Soeharto menarik garis yang sangat tegas. Orde Lama atau OrdeBaru. Pengucilan politik - di Eropa Timur sering disebut lustrasi - dilakukan terhadaporang-orang yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia. Sanksi kriminaldilakukan dengan menggelar Mahkamah Militer Luar Biasa untuk mengadili pihakyang dikonstruksikan Soeharto sebagai pemberontak. Pengadilan digelar dansebagian dari mereka yang terlibat "dibuang" ke Pulau Buru.
Sanksi nonkriminal diberlakukan dengan pengucilan politik melalui pembuatanaturan administratif. Instrumen penelitian khusus diterapkan untuk menyeleksikekuatan lama ikut dalam gerbong Orde Baru. KTP ditandai ET (eks tapol).
Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuanutamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yangdidominasi militer namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. DPR danMPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka yang dekat dengan Cendana. Hal inimengakibatkan aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang adil karena 70% dari PAD tiap provinsi tiap tahunnya harus disetorkepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang pembangunan antara pusat dandaerah.
Soeharto siap dengan konsep pembangunan yang diadopsi dari seminar Seskoad II1966 dan konsep akselerasi pembangunan II yang diusung Ali Moertopo. Soehartomerestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwitujuan, bisa tercapainya stabilitaspolitik pada satu sisi dan pertumbuhan ekonomi di pihak lain. Dengan ditopangkekuatan Golkar, TNI, dan lembaga pemikir serta dukungan kapital internasional,Soeharto mampu menciptakan sistem politik dengan tingkat kestabilan politik yangtinggi.
Warga keturunan Tionghoa juga dilarang berekspresi. Sejak tahun 1967, wargaketurunan dianggap sebagai warga negara asing di Indonesia dan kedudukannyaberada di bawah warga pribumi, yang secara tidak langsung juga menghapus hak-hak asasi mereka. Kesenian barongsai secara terbuka, perayaan hari raya Imlek,dan pemakaian Bahasa Mandarin dilarang, meski kemudian hal ini diperjuangkanoleh komunitas Tionghoa Indonesia terutama dari komunitas pengobatan Tionghoatradisional karena pelarangan sama sekali akan berdampak pada resep obat yangmereka buat yang hanya bisa ditulis dengan bahasa Mandarin. Mereka pergi hinggake Mahkamah Agung dan akhirnya Jaksa Agung Indonesia waktu itu memberi izindengan catatan bahwa Tionghoa Indonesia berjanji tidak menghimpun kekuatanuntuk memberontak dan menggulingkan pemerintahan Indonesia.
Satu-satunya surat kabar berbahasa Mandarin yang diizinkan terbit adalah HarianIndonesia yang sebagian artikelnya ditulis dalam bahasa Indonesia. Harian inidikelola dan diawasi oleh militer Indonesia dalam hal ini adalah ABRI meskibeberapa orang Tionghoa Indonesia bekerja juga di sana. Agama tradisional Tionghoa dilarang. Akibatnya agama Konghucu kehilangan pengakuan pemerintah.
Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa yang populasinya ketika itumencapai kurang lebih 5 juta dari keseluruhan rakyat Indonesia dikhawatirkan akanmenyebarkan pengaruh komunisme di Tanah Air. Padahal, kenyataan berkatabahwa kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai pedagang, yang tentu bertolakbelakang dengan apa yang diajarkan oleh komunisme, yang sangat mengharamkanperdagangan dilakukan[rujukan?]

 
Orang Tionghoa dijauhkan dari kehidupan politik praktis. Sebagian lagi memilihuntuk menghindari dunia politik karena khawatir akan keselamatan dirinya.

Konflik Perpecahan Pasca Orde Baru

Di masa Orde Baru pemerintah sangat mengutamakan persatuan bangsa Indonesia.Setiap hari media massa seperti radio dan televisi mendengungkan slogan"persatuan dan kesatuan bangsa". Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintahadalah meningkatkan transmigrasi dari daerah yang padat penduduknya seperti Jawa, Bali dan Madura ke luar Jawa, terutama ke Kalimantan, Sulawesi, Timor Timur,dan Irian Jaya. Namun dampak negatif yang tidak diperhitungkan dari program iniadalah terjadinya marjinalisasi terhadap penduduk setempat dan kecemburuanterhadap penduduk pendatang yang banyak mendapatkan bantuan pemerintah.Muncul tuduhan bahwa program transmigrasi sama dengan jawanisasi yangsentimen anti-Jawa di berbagai daerah, meskipun tidak semua transmigran ituorang Jawa.
Pada awal Era Reformasi konflik laten ini meledak menjadi terbuka antara laindalam bentuk konflik Ambon dan konflik Madura-Dayak di Kalimantan.[1]Sementara itu gejolak di Papua yang dipicu oleh rasa diperlakukan tidak adil dalampembagian keuntungan pengelolaan sumber alamnya, juga diperkuat olehketidaksukaan terhadap para transmigran.

Kelebihan sistem Pemerintahan Orde Baru

Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 danpada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000
Sukses transmigrasiSukses KB
Sukses memerangi buta huruf 
Sukses swasembada panganPengangguran minimum
Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
Sukses Gerakan Wajib Belajar
Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
Sukses keamanan dalam negeri
 
Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia
Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri

Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru

Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme

Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjanganpembangunan antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaandaerah sebagian besar disedot ke pusat.
Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjanganpembangunan, terutama di Aceh dan Papua.
Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yangmemperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahunpertamanya.
Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagisi kaya dan si miskin)
Pelanggaran HAM kepada masyarakat non pribumi (terutama masyarakat Tionghoa)

Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan

Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yangdibredel
Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program"Penembakan Misterius"
Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presidenselanjutnya)
Menurunnya kualitas birokrasi Indonesia yang terjangkit penyakit Asal BapakSenang, hal ini kesalahan paling fatal Orde Baru karena tanpa birokrasi yang efektif negara pasti hancur.
Menurunnya kualitas tentara karena level elit terlalu sibuk berpolitik sehinggakurang memperhatikan kesejahteraan anak buah.

Krisis finansial Asia

Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia(untuk lebih jelas lihat: Krisis finansial Asia), disertai kemarau terburuk dalam 50tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakinjatuh.
Rupiah jatuh, inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat.Para demonstran, yang awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta pengundurandiri Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang meluas, Soehartomengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya untukmasa bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie,untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.

Pasca-Orde Baru

Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan sebagaitanda akhirnya Orde Baru, untuk kemudian digantikan "Era Reformasi". Masihadanya tokoh-tokoh penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan padamasa Reformasi ini sering membuat beberapa orang mengatakan bahwa Orde Barumasih belum berakhir. Oleh karena itu Era Reformasi atau Orde Reformasi seringdisebut sebagai "Era Pasca Orde Baru".
Meski diliputi oleh kerusuhan etnis dan lepasnya Timor Timur, transformasi dariOrde Baru ke Era Reformasi berjalan relatif lancar dibandingkan negara lain sepertiUni Soviet dan Yugoslavia. Hal ini tak lepas dari peran Habibie yang berhasilmeletakkan pondasi baru yang terbukti lebih kokoh dan kuat menghadapiperubahan jaman.
Orde Baru yang telah ditinggalkan Bangsa Indonesia telah meninggalkan banyakwarisan. Di bidang politik, dominasi eksekutif yang berakhir dengan dominasilembaga kepresidenan telah menyebabkan banyak kerancuan. Presiden menjadisangat berkuasa tidak hanya dalam konteks kelembagaan bahkan jabatan presidentelah berubah jadi personifikasi Soeharto. Pada akhir jabatannya, Soeharto sepertimengambil seluruh cabang kekuasaan di luar eksekutif yakni legislatif dan yudikatif.
Di bidang legislatif, presiden yang notabene daya jangkau kekuasaannya dalambidang eksekutif mencampuri lembaga legislatif bahkan lembaga tertinggi negaraseperti Majelis Permusyawaratan Rakyat. Presiden menunjuk utusan golongan danmasyarakat separuh dari 1000 anggota MPR. Secara tak langsung, Soeharto ikutmempengaruhi isi dari lembaga tertinggi negara itu dalam pemilihan presiden dan wakil presiden.
Artikel ini akan meninjai apa yang jadi basis ideologi Orde Baru selama berkuasa 32tahun. Dengan menggunakan kerangka yang digunakan Mohtar Masoed (1994),
          Secara ringkas, konsepsi ideologi atau keyakinan terhadap gagasan pada masaOrde Baru bertumpu pada dua kekuatan yakni pembangunisme (developmentalism)dan keyakinan akan dwifungsi ABRI. Orde Baru sebenarnya ingin memberangusideologi dengan melarang ideologi lain selain Pancasila. Namun, tulis R WilliamLidlle, keyakinan itu muncul karena kesalahan menafsirkan apa yang disebutideologi. Liddle menilai, masyarakat tanpa ideologi sama dengan masyarakat tanpakonflik dan harapan. Ideologi sendiri sebenarnya menghasilkan peta realitas sosialyang bisa membedakan penyebab penting perilaku manusia dari yang tidak pentingdan menjelaskan bagaimana masa lalu membentuk masa kini dan bagaimana masakini membentuk masa depan. II. Ideologi Pembangunanisme Menurut Mohtarsebelum Orde Baru sudah ada kelompok intelektual yang mengembangkan sejenisideologi yang berdasarkan pada nilai rasionalisme, sekular pragmatisme daninternasionalisme . Nilai-nilai yang berdasarkan pada modernitas sekuler tetaphidup di kalangan intelektual dan aktivis mahasiswa di Jakarta dan Bandungsepanjang tahun 1960-an. Gagasan modernitas ini mendapat kekuatan baru karenakembalinya sejumlah intelektual reformasi yang baru meraih gelar doktor di AS danadanya teori-teori ilmu sosial baru yang mendukun mereka. Sebelum lahir iedologipembangunan yang digunakan Orde Baru di kemudian hari ada perlunya melihattiga teori sosial yang mempengaruhi kalangan intelektual tahun 1960-an. Pertama,hipotesis Martin Lipset bahwa demokrasi politik umumnya terjadi setelahkeberhasilan pembangunan ekonomi. Ia menilai, negara yang berhasil mencapaikehidupan demokrasi liberal yang stabil adalah bangsa-bangsa yang sudahmenimati tingkat pertumbuhan tinggi. Ia mengambil kesimpulan ini setelah melihatsejarah pertumbuhan demokras-demokrasi di Barat. Kedua, pemikiran Daneil Belltentang the end of ideology yang menyebutkan bahwa akibat kemajuan teknologi,pembangunan ekonomi di Barat telah berhasil menyelesaikan persoalan-persoalanyang dihadapi era Revolusi Industri. Oleh karena itu Barat tahun 1960-an menilaipolitik berdasarkan ideologi sebagai sesuatu yang sudah usang. Ia mengatakanyang berlaku sekarang adalah politik konsensus. Argumen Bell ini menunjukkanbahwa dalam masyarakat modern, politisi tradisional harus minggir danmemberikan tempat kepada kalangan pakar yang dikenal dengan nama teknokrat.Ketiga, adanya pengaruh dari teori yang diajukan Samuel Huntington yangmengemukakan akibat negatif dari mobilisasi sosial tak terkendali di masyarakatsedang berkembang. Ia melihat yang penting bagi masyarakat adalah pelembagaanpolitik. Oleh karena itu pemerintah harus menyalurkan tuntutan rakyat dalambentuk partisipasi yang tertib. Pemikiran yang berkembang di dunia internasionalyang kemudian berdampak kepada kalangan intelektual yang bergandengandengan Presiden Soeharto itu sangat kuat untuk melahirkan ideologi pembangunan.Dengan kata lain, pembangunan merupakan titik strategis bagi Orde Baru untukmembangun Indonesia yang ditinggalkan Orde Lama. Mohtar Maso’ed mencatatunsur-unsur dari ideologi pembangunanisme ini. Dari berbagai pandangan awalOrde Baru, karya tulis Ali Moertopo (1972) menunjukkan pengaruh dari kalangan.
        Intelektual sipil yang mengelilinginya. Unsur-unsur ideologi ini adalah pembuatankebijakan publik yang rasional, efisiensi, efektivitas dan pragmatisme. Unsur-unsurini mengutamakan ketertiban. Oleh karena itu kemudian dirumuskan dalam bentukpertumbuhan ekonomi dan stabilitas politik. Dwifungsi ABRI Berbicara soal ideologiyang kuat selama Orde Baru tak bisa dilepaskan dari doktrin wifungsi ABRI. Sebagaisalah satu kekuatan yang tersisa setelah Partai Komunis Indonesia hancur, ABRImau tidak mau menambah perannya tidak sekedar kekuatan pertahanan dankeamanan tetapi juga kekuatan sosial dan politik. Hal ini didasarkan pada konsepbahwa stabilitas politik bisa tercipta kalau ada campur tangan ABRI dalam politik.Untuk itu ABRI mencari pembenaran campur tangan dalam politik. Namun padaawal perdebatan tentang peran ABRI, Mohtar memetakan persoalan yang dihadapiABRI pada masa itu yang berpengaruh pada 32 tahun kemudian. Pada umumnya dikalangan ABRI dan intelektual yang bekerja sama dengan mereka terdapatperbedaan mengenai bagaimana sistem politik harus dibangun setelah Orde Lamaruntuh. Kemudian berkembang dua peta pemikiran yang menghendaki reformasisekarang dan nanti.
Kelompok Reformasi-SekarangKelompok Reformasi-Nanti
Reformasi politik cepat Anti-oligarki partai Dwifungsi ABRI:Mengutamakan“pembinaan wilayah” dan perwakilan politik dalam MPR
Reformasi bertahap Berkompromi dan mengkooptasi kepemimpinan partai yangoligarkisDwifungsi ABRI :Mengutamakan kekaryaan dalam urusan non militer
Sumber: Mohtar, 1994, hal. 42. Mereka yang berpendapat pada reformasi sekarangmenghendaki terciptanya sebuah partai massa untuk menandingi partai-partai yangada. Dengan demikian diharapkan adanya sebuah partai yang pro pada sistem barudan mendukung tatanan yang sedang dibangun untuk meninggalkan OrdeLama.Sebaliknya pendukung reformasi nanti menganggap penting untuk merebutkekuatan di birokrasi dan DPR. Langkah ini dianggapnya lebih penting ketimbangmembentuk partai baru yang bisa dikalahkan kekuatannya di desa-desa oleh PNIdan NU. Dalam proses berikutnya, reformasi nanti mendapat tempat sehinggamemperkuat dwifungsi ABRI dan membuka jalan bagi terpeliharanya posisi ABRIdalam politik.
 Apalagi gagasan Abdul Haris Nasution tentang dwifungsi yangdikatakan hanya sementara tidak tertarik lagi karena sudah terlalu dalam campurtangan ABRI dalam politik. Muncullah kemudian campur tangan dalampemerintahan yang menggunakan kedok kekaryaan. Konsep kekaryaan ini lalu berkembang menjadi tak terkontrol sehingga akhirnya banyak sekali jabatan sipilbaik di badan legislatif, eksekutif maupun yudikatif dipegang kalangan militer.Fenomena ini melahirkan transformasi struktur dan budaya militer masuk kedalamstruktur eksekutif.
Penutup Secara sekilas telah diuraikan bahwa basis ideologi Orde Baru merujukpada pembangunanisme dan Dwifungsi. Ini berarti bahwa dalam prakteknya, OrdeBaru menggunakan lebih banyak keyakinan akan dua hal itu dibandingkan denganPancasila yang diakui sebagai ideologi negara. Alergi akan ideologi yang dialamikalangan intelektual pada era 1960-an merupakan salah satu penyebab mengapapembangunanisme jadi dominan dalam prakteknya.Karena pembangunanmenghendaki stabilitas maka dwifungsi ABRI jadi jaminan sehingga munculkeyakinan akan Doktrin Dwifungsi itu sebagai penyelamat pembangunan.
Dari keempat struktur komunikasi dari Almond tu jelas bahwa jika diterapkan diIndonesia maka memang benar hubungan komunikasi pribadi lebih menentukandibandingkan dengan saluran komunikasi formal. Kemacetan yang dialami sistempolitik Indonesia saat itu menunjukkan bahwa pada akhirnya komunikasi antarpartai politik yang mendudukkan wakilnya di DPR/MPR tak lagi bisa menampungaspirasi rakyat.

Contoh yang paling lengkap adalah bagaimana kekuasaan politik

Indonesia pada masa terakhir Orde Baru berpusat pada presiden. Seluruh proseskomunikasi sistem politik Indonesia akhirnya tergantung pada satu tangan,presiden. Badan legislatif tidak lagi berfungsi sebagai suara rakyat tetapi tak lainhanya mendukung presiden. Kritik yang terlalu keras dilontarkan oleh anggotaDPR/MPR akan berakhir dengan pemberhentikan tidak hormat. Kasus Sri BintangPamungkas menunjukkan bagaimana monopoli komunikasi itu tidak boleh lepassedikitpun ketika anggota DPR itu sangat vokal dan kritis.
 Jamie Mackie dan Andrew MacIntyre (1994)[3], melukiskan perkembangan strukturkekuasaan Orde Baru yang mencakup didalamnya monopoli komunikasi politik.Mereka membagi tiga fase dalm iklim politik Orde Baru. Fase pertama, 1965-1974ditandai dengan atmosfir terbuka, kompetitif dan partisipasi rakyat yang tinggi.Bahkan ekspresi politik masyarakat pun relatif bebas. Di sinilah bulan madukomunikasi politik di Indonesia terjadi. Rakyat dengan bebas mengkritikpemerintahan lama, Orde Lama, karena kegagalannya membendung komunis danmerebaknya kemiskinan. Masa awal ini mirip seperti terjadi di era reformasi saat ini dimana ekspresi itu tertuang dalam media massa dan pembentukan partai politikyang jumlahnya saat ini lebih dari 50 partai.
Periode kedua 1974-1983 dimulainya pengawasan terhadap komunikasi politikdimana aktivitas politik, pers dan pernyataan masyarakat mulai dibatasi. Dan padafase 1983-1990, kontrol sosial sangat ketat yang harus disesuaikan dengan ideologiyang dikukuhkan lewat P4 dan asas tunggal. Boleh ditambahkan di sini padaperiode 1990-1998, monopoli politik yang sudah sedemikian ketatnya berangsur-angsur mendapat perlawanan sehingga akibat gelombang demokratisasi di dunialahirlah apa yang disebut keterbukaan. Monopoli komunikasi tidak lagi dipegangnegara tapi mulai diimbangi bahkan dirongrong oleh kelompok kepentingan sepertiLSM dan kalangan kampus. Puncak perubahan dalam komunikasi politik itu terjadimanakala demonstrasi pro reformasi mulai merebak awal tahun dan berpuncakpada pengunduran diri Pak Harto 21 Mei 1998.
Bagaimana komunikasi politik itu dikendalikan secara institusional pada era OrdeBaru ? Barangkali gambaran dari Cosmas Batubara (1993)[4] bisa sedikit menguakstruktur komunikasi politik Orde Baru. Menurut Cosmas, pada masa awalpertumbuhan demokrasi di era Orde Baru, peran pemerintah sangat besar.
Hal ini terjadi karena situasi politik ekonomi, budaya dan hankam yang memaksapemerintah mengambil peran lebih besar. Demokrasi, dalam arti pembangunanpolitik, ekonomi dan sosial-budaya sepenuhnya ditangani pemerintah meskisebenarnya diabdikan untuk rakyat. Di sini jelas monopoli komunikasi politik terjadidalam sistem politik Indonesia.Cosmas menjelaskan, dalam proses pelaksanaan komunikasi politik, birokrasimenempatkan dirinya pada posisi yang cukup sentral.
Ia tak hanya mewadahi aspirasi rakyat untuk diteruskan kepada lembaga-lembaga negara tapi jugaberperan sebagai alat untuk menyampaikan informasi yang dibutuhkan rakyat.Namun terlihat di sini bahwa dalam proses timbal-balik itu monopoli bisa terjagadan kalau bisa bahkan dikendalikan untuk tidak menggangu struktur yang telahdibentuk Orde Baru. Seperti dikatakan Cosmas, “pembakuan tatanan danketeraturan itu demi berlangsungnya pembangunan nasional untuk kesejahteraanrakyat”.Mengapa terjadi dominasi pemerintah dalam proses komunikasi ini ? Fred W Riggsseperti dikutip Nurul Aini, di negara Dunia Ketiga ada tiga gejala yakni formalitas,overlapping dan heteroginitas



0 komentar:

Posting Komentar

Sabtu, 19 Januari 2013

Sistem Politik Orde Baru

Diposting oleh Elysian di 13.49

  
Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia.Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahanSoekarno. Orde Baru hadir dengan semangat "koreksi total" atas penyimpanganyang dilakukan oleh Soekarno pada masa Orde Lama.
Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut,ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan denganpraktik korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyatyang kaya dan miskin juga semakin melebar.
Presiden Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secaradramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yangditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya.
Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesiamenjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerjasama denganPBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadianggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelahIndonesia diterima pertama kalinya.
Pada tahap awal, Soeharto menarik garis yang sangat tegas. Orde Lama atau OrdeBaru. Pengucilan politik - di Eropa Timur sering disebut lustrasi - dilakukan terhadaporang-orang yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia. Sanksi kriminaldilakukan dengan menggelar Mahkamah Militer Luar Biasa untuk mengadili pihakyang dikonstruksikan Soeharto sebagai pemberontak. Pengadilan digelar dansebagian dari mereka yang terlibat "dibuang" ke Pulau Buru.
Sanksi nonkriminal diberlakukan dengan pengucilan politik melalui pembuatanaturan administratif. Instrumen penelitian khusus diterapkan untuk menyeleksikekuatan lama ikut dalam gerbong Orde Baru. KTP ditandai ET (eks tapol).
Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuanutamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yangdidominasi militer namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. DPR danMPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka yang dekat dengan Cendana. Hal inimengakibatkan aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang adil karena 70% dari PAD tiap provinsi tiap tahunnya harus disetorkepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang pembangunan antara pusat dandaerah.
Soeharto siap dengan konsep pembangunan yang diadopsi dari seminar Seskoad II1966 dan konsep akselerasi pembangunan II yang diusung Ali Moertopo. Soehartomerestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwitujuan, bisa tercapainya stabilitaspolitik pada satu sisi dan pertumbuhan ekonomi di pihak lain. Dengan ditopangkekuatan Golkar, TNI, dan lembaga pemikir serta dukungan kapital internasional,Soeharto mampu menciptakan sistem politik dengan tingkat kestabilan politik yangtinggi.
Warga keturunan Tionghoa juga dilarang berekspresi. Sejak tahun 1967, wargaketurunan dianggap sebagai warga negara asing di Indonesia dan kedudukannyaberada di bawah warga pribumi, yang secara tidak langsung juga menghapus hak-hak asasi mereka. Kesenian barongsai secara terbuka, perayaan hari raya Imlek,dan pemakaian Bahasa Mandarin dilarang, meski kemudian hal ini diperjuangkanoleh komunitas Tionghoa Indonesia terutama dari komunitas pengobatan Tionghoatradisional karena pelarangan sama sekali akan berdampak pada resep obat yangmereka buat yang hanya bisa ditulis dengan bahasa Mandarin. Mereka pergi hinggake Mahkamah Agung dan akhirnya Jaksa Agung Indonesia waktu itu memberi izindengan catatan bahwa Tionghoa Indonesia berjanji tidak menghimpun kekuatanuntuk memberontak dan menggulingkan pemerintahan Indonesia.
Satu-satunya surat kabar berbahasa Mandarin yang diizinkan terbit adalah HarianIndonesia yang sebagian artikelnya ditulis dalam bahasa Indonesia. Harian inidikelola dan diawasi oleh militer Indonesia dalam hal ini adalah ABRI meskibeberapa orang Tionghoa Indonesia bekerja juga di sana. Agama tradisional Tionghoa dilarang. Akibatnya agama Konghucu kehilangan pengakuan pemerintah.
Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa yang populasinya ketika itumencapai kurang lebih 5 juta dari keseluruhan rakyat Indonesia dikhawatirkan akanmenyebarkan pengaruh komunisme di Tanah Air. Padahal, kenyataan berkatabahwa kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai pedagang, yang tentu bertolakbelakang dengan apa yang diajarkan oleh komunisme, yang sangat mengharamkanperdagangan dilakukan[rujukan?]

 
Orang Tionghoa dijauhkan dari kehidupan politik praktis. Sebagian lagi memilihuntuk menghindari dunia politik karena khawatir akan keselamatan dirinya.

Konflik Perpecahan Pasca Orde Baru

Di masa Orde Baru pemerintah sangat mengutamakan persatuan bangsa Indonesia.Setiap hari media massa seperti radio dan televisi mendengungkan slogan"persatuan dan kesatuan bangsa". Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintahadalah meningkatkan transmigrasi dari daerah yang padat penduduknya seperti Jawa, Bali dan Madura ke luar Jawa, terutama ke Kalimantan, Sulawesi, Timor Timur,dan Irian Jaya. Namun dampak negatif yang tidak diperhitungkan dari program iniadalah terjadinya marjinalisasi terhadap penduduk setempat dan kecemburuanterhadap penduduk pendatang yang banyak mendapatkan bantuan pemerintah.Muncul tuduhan bahwa program transmigrasi sama dengan jawanisasi yangsentimen anti-Jawa di berbagai daerah, meskipun tidak semua transmigran ituorang Jawa.
Pada awal Era Reformasi konflik laten ini meledak menjadi terbuka antara laindalam bentuk konflik Ambon dan konflik Madura-Dayak di Kalimantan.[1]Sementara itu gejolak di Papua yang dipicu oleh rasa diperlakukan tidak adil dalampembagian keuntungan pengelolaan sumber alamnya, juga diperkuat olehketidaksukaan terhadap para transmigran.

Kelebihan sistem Pemerintahan Orde Baru

Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 danpada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000
Sukses transmigrasiSukses KB
Sukses memerangi buta huruf 
Sukses swasembada panganPengangguran minimum
Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
Sukses Gerakan Wajib Belajar
Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
Sukses keamanan dalam negeri
 
Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia
Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri

Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru

Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme

Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjanganpembangunan antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaandaerah sebagian besar disedot ke pusat.
Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjanganpembangunan, terutama di Aceh dan Papua.
Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yangmemperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahunpertamanya.
Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagisi kaya dan si miskin)
Pelanggaran HAM kepada masyarakat non pribumi (terutama masyarakat Tionghoa)

Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan

Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yangdibredel
Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program"Penembakan Misterius"
Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presidenselanjutnya)
Menurunnya kualitas birokrasi Indonesia yang terjangkit penyakit Asal BapakSenang, hal ini kesalahan paling fatal Orde Baru karena tanpa birokrasi yang efektif negara pasti hancur.
Menurunnya kualitas tentara karena level elit terlalu sibuk berpolitik sehinggakurang memperhatikan kesejahteraan anak buah.

Krisis finansial Asia

Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia(untuk lebih jelas lihat: Krisis finansial Asia), disertai kemarau terburuk dalam 50tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakinjatuh.
Rupiah jatuh, inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat.Para demonstran, yang awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta pengundurandiri Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang meluas, Soehartomengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya untukmasa bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie,untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.

Pasca-Orde Baru

Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan sebagaitanda akhirnya Orde Baru, untuk kemudian digantikan "Era Reformasi". Masihadanya tokoh-tokoh penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan padamasa Reformasi ini sering membuat beberapa orang mengatakan bahwa Orde Barumasih belum berakhir. Oleh karena itu Era Reformasi atau Orde Reformasi seringdisebut sebagai "Era Pasca Orde Baru".
Meski diliputi oleh kerusuhan etnis dan lepasnya Timor Timur, transformasi dariOrde Baru ke Era Reformasi berjalan relatif lancar dibandingkan negara lain sepertiUni Soviet dan Yugoslavia. Hal ini tak lepas dari peran Habibie yang berhasilmeletakkan pondasi baru yang terbukti lebih kokoh dan kuat menghadapiperubahan jaman.
Orde Baru yang telah ditinggalkan Bangsa Indonesia telah meninggalkan banyakwarisan. Di bidang politik, dominasi eksekutif yang berakhir dengan dominasilembaga kepresidenan telah menyebabkan banyak kerancuan. Presiden menjadisangat berkuasa tidak hanya dalam konteks kelembagaan bahkan jabatan presidentelah berubah jadi personifikasi Soeharto. Pada akhir jabatannya, Soeharto sepertimengambil seluruh cabang kekuasaan di luar eksekutif yakni legislatif dan yudikatif.
Di bidang legislatif, presiden yang notabene daya jangkau kekuasaannya dalambidang eksekutif mencampuri lembaga legislatif bahkan lembaga tertinggi negaraseperti Majelis Permusyawaratan Rakyat. Presiden menunjuk utusan golongan danmasyarakat separuh dari 1000 anggota MPR. Secara tak langsung, Soeharto ikutmempengaruhi isi dari lembaga tertinggi negara itu dalam pemilihan presiden dan wakil presiden.
Artikel ini akan meninjai apa yang jadi basis ideologi Orde Baru selama berkuasa 32tahun. Dengan menggunakan kerangka yang digunakan Mohtar Masoed (1994),
          Secara ringkas, konsepsi ideologi atau keyakinan terhadap gagasan pada masaOrde Baru bertumpu pada dua kekuatan yakni pembangunisme (developmentalism)dan keyakinan akan dwifungsi ABRI. Orde Baru sebenarnya ingin memberangusideologi dengan melarang ideologi lain selain Pancasila. Namun, tulis R WilliamLidlle, keyakinan itu muncul karena kesalahan menafsirkan apa yang disebutideologi. Liddle menilai, masyarakat tanpa ideologi sama dengan masyarakat tanpakonflik dan harapan. Ideologi sendiri sebenarnya menghasilkan peta realitas sosialyang bisa membedakan penyebab penting perilaku manusia dari yang tidak pentingdan menjelaskan bagaimana masa lalu membentuk masa kini dan bagaimana masakini membentuk masa depan. II. Ideologi Pembangunanisme Menurut Mohtarsebelum Orde Baru sudah ada kelompok intelektual yang mengembangkan sejenisideologi yang berdasarkan pada nilai rasionalisme, sekular pragmatisme daninternasionalisme . Nilai-nilai yang berdasarkan pada modernitas sekuler tetaphidup di kalangan intelektual dan aktivis mahasiswa di Jakarta dan Bandungsepanjang tahun 1960-an. Gagasan modernitas ini mendapat kekuatan baru karenakembalinya sejumlah intelektual reformasi yang baru meraih gelar doktor di AS danadanya teori-teori ilmu sosial baru yang mendukun mereka. Sebelum lahir iedologipembangunan yang digunakan Orde Baru di kemudian hari ada perlunya melihattiga teori sosial yang mempengaruhi kalangan intelektual tahun 1960-an. Pertama,hipotesis Martin Lipset bahwa demokrasi politik umumnya terjadi setelahkeberhasilan pembangunan ekonomi. Ia menilai, negara yang berhasil mencapaikehidupan demokrasi liberal yang stabil adalah bangsa-bangsa yang sudahmenimati tingkat pertumbuhan tinggi. Ia mengambil kesimpulan ini setelah melihatsejarah pertumbuhan demokras-demokrasi di Barat. Kedua, pemikiran Daneil Belltentang the end of ideology yang menyebutkan bahwa akibat kemajuan teknologi,pembangunan ekonomi di Barat telah berhasil menyelesaikan persoalan-persoalanyang dihadapi era Revolusi Industri. Oleh karena itu Barat tahun 1960-an menilaipolitik berdasarkan ideologi sebagai sesuatu yang sudah usang. Ia mengatakanyang berlaku sekarang adalah politik konsensus. Argumen Bell ini menunjukkanbahwa dalam masyarakat modern, politisi tradisional harus minggir danmemberikan tempat kepada kalangan pakar yang dikenal dengan nama teknokrat.Ketiga, adanya pengaruh dari teori yang diajukan Samuel Huntington yangmengemukakan akibat negatif dari mobilisasi sosial tak terkendali di masyarakatsedang berkembang. Ia melihat yang penting bagi masyarakat adalah pelembagaanpolitik. Oleh karena itu pemerintah harus menyalurkan tuntutan rakyat dalambentuk partisipasi yang tertib. Pemikiran yang berkembang di dunia internasionalyang kemudian berdampak kepada kalangan intelektual yang bergandengandengan Presiden Soeharto itu sangat kuat untuk melahirkan ideologi pembangunan.Dengan kata lain, pembangunan merupakan titik strategis bagi Orde Baru untukmembangun Indonesia yang ditinggalkan Orde Lama. Mohtar Maso’ed mencatatunsur-unsur dari ideologi pembangunanisme ini. Dari berbagai pandangan awalOrde Baru, karya tulis Ali Moertopo (1972) menunjukkan pengaruh dari kalangan.
        Intelektual sipil yang mengelilinginya. Unsur-unsur ideologi ini adalah pembuatankebijakan publik yang rasional, efisiensi, efektivitas dan pragmatisme. Unsur-unsurini mengutamakan ketertiban. Oleh karena itu kemudian dirumuskan dalam bentukpertumbuhan ekonomi dan stabilitas politik. Dwifungsi ABRI Berbicara soal ideologiyang kuat selama Orde Baru tak bisa dilepaskan dari doktrin wifungsi ABRI. Sebagaisalah satu kekuatan yang tersisa setelah Partai Komunis Indonesia hancur, ABRImau tidak mau menambah perannya tidak sekedar kekuatan pertahanan dankeamanan tetapi juga kekuatan sosial dan politik. Hal ini didasarkan pada konsepbahwa stabilitas politik bisa tercipta kalau ada campur tangan ABRI dalam politik.Untuk itu ABRI mencari pembenaran campur tangan dalam politik. Namun padaawal perdebatan tentang peran ABRI, Mohtar memetakan persoalan yang dihadapiABRI pada masa itu yang berpengaruh pada 32 tahun kemudian. Pada umumnya dikalangan ABRI dan intelektual yang bekerja sama dengan mereka terdapatperbedaan mengenai bagaimana sistem politik harus dibangun setelah Orde Lamaruntuh. Kemudian berkembang dua peta pemikiran yang menghendaki reformasisekarang dan nanti.
Kelompok Reformasi-SekarangKelompok Reformasi-Nanti
Reformasi politik cepat Anti-oligarki partai Dwifungsi ABRI:Mengutamakan“pembinaan wilayah” dan perwakilan politik dalam MPR
Reformasi bertahap Berkompromi dan mengkooptasi kepemimpinan partai yangoligarkisDwifungsi ABRI :Mengutamakan kekaryaan dalam urusan non militer
Sumber: Mohtar, 1994, hal. 42. Mereka yang berpendapat pada reformasi sekarangmenghendaki terciptanya sebuah partai massa untuk menandingi partai-partai yangada. Dengan demikian diharapkan adanya sebuah partai yang pro pada sistem barudan mendukung tatanan yang sedang dibangun untuk meninggalkan OrdeLama.Sebaliknya pendukung reformasi nanti menganggap penting untuk merebutkekuatan di birokrasi dan DPR. Langkah ini dianggapnya lebih penting ketimbangmembentuk partai baru yang bisa dikalahkan kekuatannya di desa-desa oleh PNIdan NU. Dalam proses berikutnya, reformasi nanti mendapat tempat sehinggamemperkuat dwifungsi ABRI dan membuka jalan bagi terpeliharanya posisi ABRIdalam politik.
 Apalagi gagasan Abdul Haris Nasution tentang dwifungsi yangdikatakan hanya sementara tidak tertarik lagi karena sudah terlalu dalam campurtangan ABRI dalam politik. Muncullah kemudian campur tangan dalampemerintahan yang menggunakan kedok kekaryaan. Konsep kekaryaan ini lalu berkembang menjadi tak terkontrol sehingga akhirnya banyak sekali jabatan sipilbaik di badan legislatif, eksekutif maupun yudikatif dipegang kalangan militer.Fenomena ini melahirkan transformasi struktur dan budaya militer masuk kedalamstruktur eksekutif.
Penutup Secara sekilas telah diuraikan bahwa basis ideologi Orde Baru merujukpada pembangunanisme dan Dwifungsi. Ini berarti bahwa dalam prakteknya, OrdeBaru menggunakan lebih banyak keyakinan akan dua hal itu dibandingkan denganPancasila yang diakui sebagai ideologi negara. Alergi akan ideologi yang dialamikalangan intelektual pada era 1960-an merupakan salah satu penyebab mengapapembangunanisme jadi dominan dalam prakteknya.Karena pembangunanmenghendaki stabilitas maka dwifungsi ABRI jadi jaminan sehingga munculkeyakinan akan Doktrin Dwifungsi itu sebagai penyelamat pembangunan.
Dari keempat struktur komunikasi dari Almond tu jelas bahwa jika diterapkan diIndonesia maka memang benar hubungan komunikasi pribadi lebih menentukandibandingkan dengan saluran komunikasi formal. Kemacetan yang dialami sistempolitik Indonesia saat itu menunjukkan bahwa pada akhirnya komunikasi antarpartai politik yang mendudukkan wakilnya di DPR/MPR tak lagi bisa menampungaspirasi rakyat.

Contoh yang paling lengkap adalah bagaimana kekuasaan politik

Indonesia pada masa terakhir Orde Baru berpusat pada presiden. Seluruh proseskomunikasi sistem politik Indonesia akhirnya tergantung pada satu tangan,presiden. Badan legislatif tidak lagi berfungsi sebagai suara rakyat tetapi tak lainhanya mendukung presiden. Kritik yang terlalu keras dilontarkan oleh anggotaDPR/MPR akan berakhir dengan pemberhentikan tidak hormat. Kasus Sri BintangPamungkas menunjukkan bagaimana monopoli komunikasi itu tidak boleh lepassedikitpun ketika anggota DPR itu sangat vokal dan kritis.
 Jamie Mackie dan Andrew MacIntyre (1994)[3], melukiskan perkembangan strukturkekuasaan Orde Baru yang mencakup didalamnya monopoli komunikasi politik.Mereka membagi tiga fase dalm iklim politik Orde Baru. Fase pertama, 1965-1974ditandai dengan atmosfir terbuka, kompetitif dan partisipasi rakyat yang tinggi.Bahkan ekspresi politik masyarakat pun relatif bebas. Di sinilah bulan madukomunikasi politik di Indonesia terjadi. Rakyat dengan bebas mengkritikpemerintahan lama, Orde Lama, karena kegagalannya membendung komunis danmerebaknya kemiskinan. Masa awal ini mirip seperti terjadi di era reformasi saat ini dimana ekspresi itu tertuang dalam media massa dan pembentukan partai politikyang jumlahnya saat ini lebih dari 50 partai.
Periode kedua 1974-1983 dimulainya pengawasan terhadap komunikasi politikdimana aktivitas politik, pers dan pernyataan masyarakat mulai dibatasi. Dan padafase 1983-1990, kontrol sosial sangat ketat yang harus disesuaikan dengan ideologiyang dikukuhkan lewat P4 dan asas tunggal. Boleh ditambahkan di sini padaperiode 1990-1998, monopoli politik yang sudah sedemikian ketatnya berangsur-angsur mendapat perlawanan sehingga akibat gelombang demokratisasi di dunialahirlah apa yang disebut keterbukaan. Monopoli komunikasi tidak lagi dipegangnegara tapi mulai diimbangi bahkan dirongrong oleh kelompok kepentingan sepertiLSM dan kalangan kampus. Puncak perubahan dalam komunikasi politik itu terjadimanakala demonstrasi pro reformasi mulai merebak awal tahun dan berpuncakpada pengunduran diri Pak Harto 21 Mei 1998.
Bagaimana komunikasi politik itu dikendalikan secara institusional pada era OrdeBaru ? Barangkali gambaran dari Cosmas Batubara (1993)[4] bisa sedikit menguakstruktur komunikasi politik Orde Baru. Menurut Cosmas, pada masa awalpertumbuhan demokrasi di era Orde Baru, peran pemerintah sangat besar.
Hal ini terjadi karena situasi politik ekonomi, budaya dan hankam yang memaksapemerintah mengambil peran lebih besar. Demokrasi, dalam arti pembangunanpolitik, ekonomi dan sosial-budaya sepenuhnya ditangani pemerintah meskisebenarnya diabdikan untuk rakyat. Di sini jelas monopoli komunikasi politik terjadidalam sistem politik Indonesia.Cosmas menjelaskan, dalam proses pelaksanaan komunikasi politik, birokrasimenempatkan dirinya pada posisi yang cukup sentral.
Ia tak hanya mewadahi aspirasi rakyat untuk diteruskan kepada lembaga-lembaga negara tapi jugaberperan sebagai alat untuk menyampaikan informasi yang dibutuhkan rakyat.Namun terlihat di sini bahwa dalam proses timbal-balik itu monopoli bisa terjagadan kalau bisa bahkan dikendalikan untuk tidak menggangu struktur yang telahdibentuk Orde Baru. Seperti dikatakan Cosmas, “pembakuan tatanan danketeraturan itu demi berlangsungnya pembangunan nasional untuk kesejahteraanrakyat”.Mengapa terjadi dominasi pemerintah dalam proses komunikasi ini ? Fred W Riggsseperti dikutip Nurul Aini, di negara Dunia Ketiga ada tiga gejala yakni formalitas,overlapping dan heteroginitas



0 komentar on "Sistem Politik Orde Baru"

Posting Komentar

 

Coretan Gadis Buta Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea